(Tulisan ke dua dari 4 tulisan)
Oleh: M A Prihatno
(Dir. Eks. Azam Community)
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Penguasa Seluruh Alam”, demikian intisari do’a iftitah yang dilantunkan hambaNya ketika sholat ditegakkan”.
Do’a ini, dalam sholat, berada antara takbir dengan al-Fatihah seakan-akan menjadi interface antara takbir dengan al-Fatihah. Takbir yang merupakan bukti formal akan penghambaan dan al-Fatihah sebagai blue printnya al Qur’an dijalin-ikat dengan iftitah, sebuah rangkaian sistematis untuk jati diri manusia-hamba. Ikatan iftitah ini amat kuat dan mampu memperteguh jati diri di tengah hegemoni kuasa dunia.
Meskipun takbir senantiasa berulang di urat-lidah, dia tak mampu menjangkau mata air Qur’ani tanpa iftitah. Iftitah yang melanjutkan penghambaan melalui takbir menegaskan manusia untuk mengarahkan seluruh hidup dan matinya ke Tuhan Kudus bukan ke arah Sorga atau pahala apalagi hanya untuk secuil materi dunia, seuntai pujian kehormatan, dan tentu saja juga bukan di arahkan pada suatu KEKUASAAN POLITIK DAN EKONOMI.
Pembentukan jati diri manusia adalah urusan terbesar dan terpenting dalam kajian kemanusiaan dan oleh karena itu sejak dari zaman awal hingga zaman akhir tema ini akan selalu menjadi stressing point. Dan sholat yang ditegakkan menangkap poin kemanusiaan ini dengan sangat cantik melalui iftitah.
Secara sederhana, iftitah mendidik manusia agar berjati-diri; jati diri yang berbentuk MANUSIA TANPA KEPENTINGAN.
Nah, pada poin inilah kajian iftitah seperti suatu absurditas yang musykil terjadi. Tentu pertanyaan bernada protes dengan spontan akan muncul: Mungkinkah manusia hidup tanpa kepentingan??? (untuk kajian masalah “manusia tanpa kepentingan”, semoga, akan dibuat tulisan khusus, tentu saja tetap dalam seri Membaca Sholat ala Azam).
Iftitah dengan gamblang mengarahkan visi kemanusiaan dan visi ini akan abadi hingga manusia yang “berjihad” dalam hidup –meskipun interupsi kebejatan terus menggema– akan melangkah ke arah visi-abadi tersebut. Bukankah pola kemanusiaan yang seperti ini adalah pola kemanusiaan yang tak terbantahkan???
Dengan demikian, melakukan perenungan mendalam tentang iftitah merupakan urgensi hidup karena mampu menyehatkan jiwa dari serbuan virus penyakit yang bernama TIPUAN DUNIAWI. (Silahkan buat sendiri rincian tentang virus ini, virus yang telah melemahkan jiwa kita masing-masing)
Demikian secuil kisah iftitah dalam sholat, semoga bisa membuat sholat kita menjadi SHOLAT YANG HEBAT.
Waallahu a’lam bis sawab
(Bersambung)