Dakwah ri-media.id – Umat muslim mulai memasuki 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan.
Selain memperbanyak amalan dan ibadah yang dianjurkan Rasulullah, ada satu perintah yang wajib dilaksanakan sebelum Ramadhan 1442 H berakhir.
Perintah itu adalah membayar zakat fitrah.
Zakat fitrah merupakan amalan yang Allah wajibkan kepada setiap orang muslim.
Tak peduli kaya atau miskin, masih bayi atau sudah tua renta, semuanya wajib membayar zakat fitrah.
Karena itu pula, pembayaran zakat fitrah ini bisa diwakilkan kepada salah satu anggota keluarga atau sahabatnya.
Karena zakat fitrah ini menjadi kewajiban bagi setiap muslim (tidak dibatasi kemampuan), maka tentu banyak pertanyaan yang menyangkut tentang zakat fitrah ini.
Di antara pertanyaan-pertanyaan yang umum mencuat adalah.
Kapan zakat fitrah mulai ditunaikan dan sampai kapan batas akhirnya?
Berapa takaran zakat fitrah?
Apakah bayi di dalam kandungan wajib bayar zakat fitrah?
Apakah orang yang meninggal dunia pada malam Idul Fitri wajib bayar zakat fitrah?
Di antara itu semua, ada satu pertanyaan yang kerap menimbulkan perdebatan, yaitu bolehkah zakat fitrah dibayar dengan uang?
Semua pertanyaan-pertanyaan itu dijawab tuntas Ustaz Abdul Somad dalam sebuah video ceramahnya yang diupload ke Youtube oleh akun Nurul Yakin.
Video berjudul “Serba Serbi Zakat Fitrah” Ustadz Abdul Somad, Lc MA ini sudah lama dipublikasikan.
Berikut ini penjelasan Ustaz Abdul Somad tentang zakat fitrah yang disarikan dari video tersebut.
Kapan mulai dan batas akhir membayar zakat fitrah?
Terkait waktu membayar zakat fitrah ini, Ustaz Abdul Somad memberikan penjelasan terkait dua istilah waktu membayar zakat fitrah.
Yaitu, waktu wajib dan waktu jawaz.
Waktu jawaz atau boleh adalah, pembayaran zakat dilakukan sebelum berakhirnya puasa pada hari terakhir Ramadhan.
Sementara jika waktu sudah masuk pada magrib malam 1 Syawal (Idul Fitri), maka itu sudah masuk waktu wajib membayar zakat.
Batas akhirnya adalah sampai khatib shalat Idul Fitri naik mimbar dan memulai khutbahnya.
“Jika waktu itu lewat (setelah khatib naik mimbar), maka zakat fitrah yang dibayarkannya hanya bernilai shadaqah atau sedekah saja,” ungkap Ustaz Abdul Somad.
Dalam penjelasannya dengan metode seperti orang bertanya dan menjawab, Ustaz Abdul Somad memaparkan pertanyaan apakah anak dalam kandungan wajib bayar zakat?
Kemudian ia kembali menjelaskan tentang waktu wajib membayar zakat adalah dari petang masuk malam Idul Fitri, saat dimulainya takbir setelah magrib, sampai khatib naik mimbar.
“Siapa yang hidup di waktu ini, wajib bagi dia membayar zakat fitrah,” ujarnya.
Lalu UAS kembali melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian dijawabnya sendiri.
Jadi kalau ada orang yang meninggal habis Asar, sebelum masuk waktu wajib tak wajib bayar zakat fitrah?
Bagaimana dengan anak yang baru lahir setelah maghrib?
Menjawab hal ini, Ustaz Abdul Somad kembali berkata “siapa yang hidup dari sejak azan Maghrib sampai khatib naik mimbar (Shalat Idul Fitri). Maka bagi anak yang lahir setelah khatib naik mimbar, dia tidak lagi wajib membayar zakat fitrah,” ujarnya.
Bolehkah bayar zakat fitrah pakai uang?
Setelah menjelaskan tentang waktu dan siapa-siapa yang wajib membayar zakat fitrah, Ustaz Abdul Somad kemudian melanjutkan penjelasan tentang benda yang boleh dipakai untuk membayar zakat fitrah.
“Nabi itu bayar zakat fitrah pakai apa Pak Ustaz,” kata UAS menirukan orang yang bertanya kepadanya.
Ia kemudian menjawab sendiri pertanyaan itu.
“Pakai empat. Yang pertama tamrin (kurma), yang kedua qamhin (gandum), ketiga zabib (kismis), yang keempat aqid (susu kambing dijemur kering/mentega). Tak ada pernah Nabi bayar (zakat fitrah) pakai beras,” ucap Ustadz Abdul Somad.
“Kalau ada orang yang mengatakan, bid’ah bayar zakat fitrah pakai duit, pakai beras pun bid’ah, karena Nabi tidak pernah bayar pakai beras,” ujar Ustaz Abdul Somad.
Ia kemudian melanjutkan penjelasannya.
Jadi kenapa orang berani bayar pakai beras?
“Empat ini (kurma, gandum, kismis, dan aqid) makanan pokok, maka kita bayar pakai makanan pokok. Orang Pekanbaru makan nasi, bayar pakai beras. Kalau tinggal di Papua, bayar (pakai) sagu,” kata Ustaz Abdul Somad.
“Kebetulan di situ makan tiwul, bayarlah (pakai) gaplek. Gaplek tiwul, bukan balak enam,” kata Ustaz Abdul Somad disambut tawa jamaah.
Tiwul adalah adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong.
Penduduk Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan, dan Blitar (Jawa Timur), dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.
Tiwul dibuat dari gaplek.
Sebagai makanan pokok, kandungan kalorinya lebih rendah daripada beras namun cukup memenuhi sebagai bahan makanan pengganti beras.
Tiwul pernah digunakan untuk makanan pokok sebagian penduduk Indonesia pada masa penjajahan Jepang.
Ustaz Abdul Somad selama ini bayar pakai apa?
UAS melanjutkan penjelasan dengan metode tanya jawab yang dilakoninya sendiri.
“Ustaz selama ini bayar pakai apa?”
“Saya pribadi bayar pakai beras.”
“Tak pernah pakai duit?”
“Tidak. Tapi saya tidak menyalahkan yang pakai duit, karena mazhab hanafi membolehkan. Satu mazhab membolehkan (pakai duit). Yang pakai beras atau makanan pokok tiga (mazhab),” kata Ustaz Abdul Somad sembari mengangkat jari-jari tangannya, satu jari di tangan kiri dan 3 jari di tangan kanan.
Sesekali UAS menyelipkan guyonan yang mengundang tawa jamaah.
UAS bercerita saat memberi kuliah di depan mahasiswanya mengatakan bahwa zakat fitrah itu beratnya satu sha’.
Lalu ia bertanya kepada mahasiswa, berapa satu sha’ itu?
“50 kilo Pak,” katanya menirukan jawaban mahasiswa.
“Itu satu sak,” kata UAS dengan gaya guyonnya.
UAS kemudian melanjutkan penjelasan bahwa satu sha’ adalah empat mud, sementara satu mud adalah 7,5 ons.
“Maka satu sha’ itu 3 kg. Saya dari dulu bayar 3 kg. Tapi saya tak menyalahkan yang ikut ketentuan kemenag 2,5 kg. Yang 2,5 kg itu ijtihat ulama juga,” ujarnya.
Namun, kata Ustaz Abdul Somad, dalam beribadah kepada Allah, hendaknya mengikuti yang berat.
“Dalam beribadah begitu, kalau ada doa panjang, pakai panjang. Kalau ada yang lama, ikut yang lama. Kalau ada yang berat, pakai berat. Karena kelebihannya itu bernilai shadaqah. Tapi tak salah yang bayar 2,5 kg. Saya pribadi sejak dulu bayar 3 kg,” ujarnya.
Bayarkan zakat fitrah tetangga
UAS juga menjelaskan hendaknya sesorang membayar zakat fitrah anggota keluarganya, bahkan juga tetangganya.
“Bungkus plastik, kasihkan. Ini zakat fitrah saya, ini zakat fitrah anak saya, ini zakat fitrah tetangga, ada ponakan di rumah, bayarkan. Itu shadaqah. Tak akan rugi orang bersadaqah. Satu butir beras itu diganti Allah. Dijauhkan dari musibah. Makanya nenek moyang dahulu banyak bersedekah, karena bisa menolak bala,” papar Ustaz Abdul Somad.
Sumber :
Tribunnews.com