TNI dan Tantangan Inklusivitas – Antara Disiplin, Disabilitas, dan Semangat Pengabdian

Foto Dok: inilah.com

Penulis: Deni Irwansyah

Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah simbol keteguhan, kedisiplinan, dan pengabdian kepada tanah air. Setiap tahun, ribuan pemuda-pemudi terbaik bangsa mendaftar sebagai calon prajurit, membawa serta semangat untuk menjaga kedaulatan negara. Namun, tidak sedikit dari mereka yang harus tersingkir sejak awal, bukan karena kurangnya semangat atau potensi, melainkan karena faktor fisik seperti buta warna atau rabun jauh.

Tentu, kita memahami bahwa standar rekrutmen TNI sangat ketat demi menjaga kesiapan tempur dan profesionalitas satuan. Namun di era modern, di mana teknologi telah mengambil peran besar dalam banyak aspek militer—mulai dari intelijen, logistik, komunikasi, hingga siber—apakah semua tugas dalam tubuh TNI masih mutlak membutuhkan kondisi fisik yang sempurna?

Faktanya, tidak semua personel TNI berada di garis depan. Ada banyak peran penting dalam tubuh TNI yang bersifat strategis, administratif, teknis, dan analitis. Di bidang-bidang ini, rabun jauh yang dapat dikoreksi dengan kacamata, atau buta warna parsial, bukanlah penghalang besar. Justru bisa ditopang dengan perangkat bantu dan pelatihan yang sesuai. Sayangnya, peluang untuk masuk ke dalam sistem TNI hampir tertutup rapat bagi pemuda-pemudi dengan disabilitas ringan ini, tak peduli seberapa besar dedikasi mereka.

Apakah TNI siap membuka ruang diskusi untuk inklusivitas? Apakah mungkin ke depan ada jalur atau korps khusus dalam TNI yang bisa menerima CASIS dengan keterbatasan fisik ringan, namun memiliki kecakapan intelektual, loyalitas tinggi, dan semangat pengabdian yang tak kalah hebat?

Masa depan pertahanan negara bukan hanya soal kekuatan otot, tetapi juga kecanggihan otak dan integritas moral. Dunia militer global sudah mulai merumuskan ulang pendekatan mereka terhadap prajurit dengan disabilitas ringan. Indonesia seharusnya tak ketinggalan.

Menjadi inklusif bukan berarti mengorbankan standar. Justru di situlah tantangan sekaligus kehormatan bagi TNI: bagaimana tetap mempertahankan keunggulan militer, sambil merangkul mereka yang ingin mengabdi meski dengan keterbatasan. Sebab semangat bela negara tak bisa diukur hanya dari warna penglihatan atau jarak pandang mata, tapi dari keberanian hati untuk setia pada Merah Putih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *