Sukabumi, ri-media.id– Ironi di negeri sendiri: ditugaskan mengabdi, malah menjadi pengkhianat rakyat. Kepala Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, Heni Mulyani (53), resmi menyandang status tersangka korupsi setelah nekat menjual gedung Posyandu Anggrek 09, aset publik yang dibangun dari keringat rakyat melalui Dana Desa.
Gedung tersebut dijual seharga Rp45 juta, padahal total kerugian negara ditaksir mencapai Rp500 juta akibat penyelewengan Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD), dan Pendapatan Asli Desa (PADes) selama tahun 2019–2023.
Jual Aset, Sedot Anggaran: Korupsi Telanjang di Balik Kursi Desa
Modus korupsi Heni Mulyani tak tanggung-tanggung. Dana yang seharusnya untuk pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat justru dialirkan untuk kepentingan pribadi. Posyandu yang dibangun dari anggaran desa dijual begitu saja dengan dalih bahwa tanahnya atas nama pribadi, meskipun bangunannya milik rakyat.
Penyidikan kejaksaan menemukan bahwa seluruh dana disalahgunakan untuk konsumsi pribadi, tanpa jejak manfaat bagi warga. Tidak ada aliran dana ke pembangunan, tidak ada pelayanan. Heni berdiri sendiri sebagai satu-satunya tersangka, karena hanya ia yang menikmati hasil kejahatan tersebut. Dikutip dari detik.com
Dibui, Tapi Apakah Ini Cukup?
Kini, sang kepala desa telah dijebloskan ke Lapas Perempuan Sukamiskin Bandung untuk masa penahanan awal selama 20 hari. Berkas perkara segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung. Ia dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara dan denda berat.
Namun publik bertanya: apakah hukuman ini cukup untuk mengganti hilangnya kepercayaan warga? Untuk mengganti fungsi posyandu yang telah berubah jadi rumah pribadi?
Suara Rakyat: Posyandu Bukan Ladang Bisnis
Warga Desa Cikujang murka. Posyandu, tempat layanan ibu dan balita, kini beralih fungsi jadi rumah tinggal. Tak ada transparansi, tak ada musyawarah, penjualan berlangsung diam-diam, seolah-olah fasilitas umum bisa ditukar guling seenaknya.
> “Kami dibohongi. Fasilitas milik bersama dijual diam-diam. Ini bukan kesalahan, ini pengkhianatan,” ujar salah satu warga dengan nada geram.
-RI-Media.id: Sorotan Tajam
Kasus ini adalah cermin betapa Dana Desa bisa berubah jadi alat penindasan, bila jatuh ke tangan yang serakah. Kepala desa bukan raja kecil yang bisa memperjualbelikan amanah. Dana publik bukan celengan pribadi.
Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan dan aset desa harus diperkuat. Jika tidak, “penjajah berseragam perangkat desa” akan terus lahir dan menggerogoti desa-desa lain.
Ini bukan sekadar korupsi. Ini pengkhianatan. Penyakit kronis dalam birokrasi akar rumput. (**)
Editor: Redaksi









