Dilema Pekerja Harian Proyek Tanpa Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan
Dilema Pekerja Harian Proyek Tanpa Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan

Oleh: Deni Irwansyah
Pekerja harian dalam proyek pembangunan, baik bersumber dari Dana Desa (DD/ADD), proyek tender pemerintah, maupun proyek lainnya, selalu menjadi tulang punggung berdirinya infrastruktur. Mereka mengorbankan tenaga dan keselamatan untuk membangun jalan, drainase, jembatan, dan gedung. Tetapi, ironisnya, banyak dari mereka yang masih tidak didaftarkan dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Lebih miris lagi, upah yang mereka terima pun kerap tidak sesuai dengan hak orang kerja. Jika gaji pokok saja sering di bawah standar, apalagi harapan untuk perlindungan sosial. Inilah dilema nyata yang dialami para pekerja proyek: bekerja keras di lapangan, tapi hak-hak dasar mereka sering diabaikan.
Aturan Sudah Jelas
Sebenarnya, tidak ada ruang abu-abu dalam persoalan ini. Negara sudah mengaturnya dengan tegas:
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, Pasal 15 ayat (1):
> “Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.”
Permenaker Nomor 5 Tahun 2021, Pasal 2 ayat (1):
> “Pekerja Harian Lepas, Pekerja Borongan, dan Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu wajib didaftarkan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.”
Permen PUPR No. 5 Tahun 2014 tentang Jasa Konstruksi:
> “Setiap penyelenggara jasa konstruksi wajib mendaftarkan tenaga kerja yang terlibat dalam proyek ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan.”
Dengan aturan sejelas ini, tidak ada alasan bagi pemerintah desa, TPK, atau kontraktor pemenang tender untuk berpura-pura tidak tahu.
Realita di Lapangan
Fakta di lapangan justru sebaliknya. Pekerja harian proyek desa, kontraktor pemenang tender dan proyek lainya sering tidak punya kontrak kerja, hanya diberi upah seadanya, dan dibiarkan tanpa perlindungan. Jika terjadi kecelakaan kerja, keluarga pekerja menanggung sendiri biaya rumah sakit. Desa lepas tangan, kontraktor berkelit, dan aparat pengawas diam seribu bahasa.
Ketidakadilan yang Nyata
Bukankah pekerja yang menggenggam cangkul dan mengaduk semen itu sama berharganya dengan pejabat yang meresmikan jalan yang mereka bangun? Mengapa pejabat mendapat fasilitas lengkap, sementara pekerja harian proyek tidak diberi hak yang paling dasar, yaitu jaminan sosial? Ini adalah wajah ketidakadilan yang selama ini kita biarkan.
Jangan Diam, Mari Buka Mata
Kewajiban mendaftarkan pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan bukan sekadar formalitas, tetapi bentuk penghormatan terhadap hak asasi pekerja. Pemerintah desa, kontraktor, dan aparat pengawas tidak boleh lagi diam. Biaya untuk BPJS bisa dimasukkan dalam RAB proyek, dan itu adalah bagian dari amanat hukum.
> Jika dana bisa cair untuk material dan honor pejabat, mengapa tidak bisa untuk perlindungan nyawa pekerja?
Pekerja Juga Harus Bersatu dan Bersuara
Tidak cukup hanya menunggu kepedulian pemerintah atau kontraktor. Pekerja sendiri pun harus berani bersuara. Diam berarti membiarkan ketidakadilan terus berlanjut. Hak untuk dilindungi oleh BPJS adalah hak setiap pekerja, dan hak itu tidak boleh ditukar dengan alasan apa pun.
Pekerja harus bersatu menyuarakan keadilan, karena suara mereka adalah kekuatan untuk mengubah keadaan. Jika pekerja tetap bungkam, maka praktek semena-mena akan terus berulang dari waktu ke waktu.