27 September 2025

Gula Aren Rejang Lebong: Dari Batang Kehidupan Menuju Harapan Ekonomi

0

Gula Aren Rejang Lebong: Dari Batang Kehidupan Menuju Harapan Ekonomi

IMG-20250920-WA0013

Oleh: Deni Irwansyah

Di banyak desa di Rejang Lebong, dari Selupu Rejang, Sindang Kelingi, Sindang Dataran hingga wilayah Lembak, pohon-pohon aren tumbuh tegak di tepi hutan dan perbukitan. Pohon ini mungkin terlihat sederhana, tidak semegah kopi yang terkenal di pasaran, tidak sepopuler padi yang mengisi lumbung desa. Namun, siapa sangka, justru batang inilah yang bisa menjadi “urat nadi ekonomi” bagi keluarga-keluarga pedesaan jika dikelola dengan benar.

Pohon yang Memberi Tanpa Henti

Sejak berusia 5–7 tahun, pohon aren sudah mampu memberi hasil. Setiap hari, dari batangnya menetes nira murni yang dapat diolah menjadi gula aren. Dari 10–15 liter nira, petani bisa menghasilkan 2–3 kilogram gula. Jika harga gula aren di pasar lokal berkisar Rp20.000–25.000 per kilogram, maka satu batang mampu memberi Rp50.000–75.000 per hari. Artinya, satu batang bisa menyumbang Rp1,5–2 juta per bulan.

Bayangkan bila satu keluarga memiliki 20 batang aren produktif. Dalam setahun, mereka bisa meraih pendapatan puluhan juta rupiah. Angka ini cukup untuk memperbaiki rumah, menyekolahkan anak, atau bahkan membangun usaha kecil. Inilah potensi besar yang sering luput dari perhatian.

Kenyataan yang Masih Terlupakan

Namun potensi itu masih terhenti di tungku dapur sederhana. Petani membuat gula cetak dengan peralatan tradisional, lalu menjualnya ke tengkulak dengan harga murah. Tidak ada nilai tambah, tidak ada daya tawar. Padahal di luar sana, gula aren justru dicari-cari pasar modern, bahkan ekspor, karena dianggap lebih sehat dibandingkan gula tebu.

Bukankah ini sebuah ironi? Di tanah yang subur, masyarakat kita hanya menikmati “sebutir kecil” dari hasil besar yang seharusnya bisa diraih.

Warisan Sejarah dan Lingkungan

Pohon aren bukanlah tanaman baru. Sejak zaman Majapahit, pohon ini telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hampir seluruh bagiannya bermanfaat: ijuk untuk sapu, pelepah untuk keperluan rumah tangga, akar untuk menjaga tanah agar tidak longsor. Aren adalah pohon kehidupan, bukan hanya bagi manusia, tapi juga bagi alam.

Maka ketika kita berbicara tentang gula aren, sejatinya kita sedang membicarakan warisan budaya, sejarah, dan kelestarian lingkungan yang diwariskan nenek moyang kepada kita.

Sinergi Pemerintah dan Masyarakat

Pertanyaannya sekarang: apakah kita akan terus membiarkan pohon aren sekadar menjadi pohon liar di tepi hutan?

Bayangkan jika masyarakat dan pemerintah daerah benar-benar bersinergi. Petani tetap dengan kearifan lokalnya, sementara pemerintah hadir dengan pelatihan, peralatan modern, akses modal, dan jaringan pasar. Produk yang tadinya hanya berupa gula cetak bisa naik kelas menjadi gula semut dalam kemasan higienis, sirup aren dalam botol modern, hingga produk premium yang siap masuk pasar ekspor.

Sinergi ini bukan mustahil. Banyak daerah di Indonesia telah membuktikan bahwa ketika pemerintah mau turun tangan, ketika masyarakat diberdayakan, produk lokal bisa menjadi ikon daerah sekaligus sumber penghidupan yang membanggakan.

Ajakan untuk Bergerak

Untuk masyarakat Rejang Lebong, mari kita mulai melihat pohon aren bukan sekadar warisan yang tumbuh begitu saja, tapi sebagai ladang masa depan. Jangan malu menjadi petani aren. Justru dari keringat inilah lahir produk yang kini semakin bernilai di mata dunia.

Untuk pemerintah daerah, inilah waktunya menjadikan gula aren sebagai salah satu program prioritas pembangunan ekonomi kerakyatan. Jangan hanya fokus pada komoditas besar yang sudah lama digarap, tetapi angkat potensi lokal yang bisa menjadi kekuatan baru.

Penutup

Gula aren adalah cerita tentang pohon sederhana yang menyimpan kekuatan besar. Ia adalah pemanis alami, penjaga tanah, dan simbol kehidupan pedesaan. Di Rejang Lebong, ia bisa menjadi jalan keluar bagi kemiskinan, membuka peluang usaha baru, dan menjadikan daerah ini lebih berdaulat secara ekonomi.

Jika masyarakat dan pemerintah mau berjalan bersama, maka batang-batang aren di Selupu Rejang, Sindang Kelingi, Sindang Dataran, hingga Lembak tidak lagi hanya sekadar pohon di tepi hutan. Mereka akan menjadi “tiang harapan” yang menghidupkan ekonomi rakyat, dari desa hingga masa depan Rejang Lebong yang lebih sejahtera.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *