ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) merupakan perjanjian kerja sama penting yang bertujuan untuk membentuk kawasan perdagangan bebas di antara negara-negara anggota ASEAN. Perjanjian ini mempermudah aktivitas perdagangan barang dan bertujuan untuk mengintegrasikan ekonomi di kawasan ASEAN secara lebih mendalam. Dokumen perjanjian ATIGA terdiri dari 11 bab, 98 pasal, dan 10 lampiran yang menyederhanakan ketentuan dalam Common Effective Preferential Tariff ASEAN Free Trade Agreement (CEPT-AFTA).
**Manfaat ATIGA bagi Negara-Negara ASEAN**
ATIGA memiliki beberapa manfaat utama bagi negara-negara anggota ASEAN. Berikut beberapa manfaat penting yang dapat dinikmati oleh eksportir dan importir, termasuk pelaku usaha di Indonesia:
1. **Pengurangan atau Penghapusan Bea Masuk**
Menurut Pasal 19, setiap negara anggota wajib mengurangi atau menghapuskan bea masuk atas barang dari negara anggota lainnya. Misalnya, produk Indonesia yang diekspor ke Laos, Myanmar, dan Vietnam dikenakan tarif bea masuk maksimal 5%. Hal ini tentu memberikan keuntungan bagi pelaku usaha Indonesia, memperlancar kegiatan perdagangan dan meningkatkan daya saing produk di pasar ASEAN.
2. **Penghapusan Kuota Tarif**
Pasal 20 ATIGA menyatakan bahwa setiap negara anggota sepakat untuk tidak memberlakukan kuota tarif pada impor barang dari negara anggota lainnya. Ini berarti arus keluar masuk barang menjadi lebih lancar, meningkatkan efisiensi perdagangan, dan membuka akses pasar lebih luas.
3. **Transparansi Informasi Perdagangan**
Pasal 44 mengharuskan setiap negara anggota untuk memastikan semua prosedur perizinan impor dipublikasikan secara transparan dan dapat diprediksi. Hal ini memudahkan eksportir dan importir untuk mengakses informasi perdagangan, sehingga mengurangi biaya bisnis dan meningkatkan volume perdagangan.
**Implementasi dan Dukungan Pemerintah**
Perjanjian ATIGA ditandatangani pada 26 Februari 2009 dan diimplementasikan efektif sejak 17 Mei 2010. Untuk mempercepat pelaksanaan skema tarif perdagangan intra-ASEAN, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131/PMK.04/2020 pada 20 September 2020 tentang tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan persetujuan perdagangan barang ASEAN.
Melalui skema tarif perdagangan bebas ASEAN ini, diharapkan pelaku usaha nasional dapat meningkatkan daya saing produk mereka di pasar ASEAN. Hingga April 2024, ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN mencapai 17,74%, menjadikannya pasar ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok.
Dengan adanya kebijakan bea masuk, tarif, dan prosedur perizinan yang lebih transparan, arus perdagangan barang menjadi lebih lancar. Pelaku usaha dapat mengirim barang dengan lebih mudah dan produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar ASEAN.(**)
Sumber: Indonesia.go.id