Rejang Lebong, ri-media.id – Di kaki pegunungan Sindang Dataran, udara sejuk dan kabut tipis setiap pagi menjadi pemandangan yang selalu memikat hati. Kawasan ini bukan hanya terkenal dengan hamparan perkebunannya, tetapi juga menyimpan sebuah kebanggaan desa: Kebun Apel Desa 4 Suku Menanti.

Beberapa tahun terakhir, kebun ini menjadi salah satu destinasi wisata unggulan Kabupaten Rejang Lebong. Wisatawan dari berbagai daerah datang untuk merasakan sensasi memetik apel langsung dari pohonnya, sebuah pengalaman yang jarang bisa ditemui di wilayah Sumatera.

Namun sejak pertengahan September 2025, aktivitas wisata di kebun apel ini terhenti sementara. Pihak pengelola, saat ditemui awak media pada Sabtu siang, 19 September 2025, menjelaskan alasan penutupan.

“Sekarang buahnya masih kecil, belum layak dipetik. Jadi kebun kami tutup sementara. Insya Allah nanti mulai November 2025 sampai Mei 2026, wisatawan bisa kembali datang untuk menikmati suasana panen apel,” ujar salah seorang pengelola dengan penuh harap.

Prestasi dan Potensi

Kebun Apel Desa 4 Suku Menanti bukan sekadar kebun biasa. Pada tahun 2024 lalu, destinasi ini berhasil meraih Juara 1 Desa Wisata, sebuah pencapaian membanggakan yang membuktikan kerja keras masyarakat dalam memanfaatkan potensi alam.

Kehadiran kebun apel telah membawa banyak manfaat, mulai dari meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, terbukanya peluang usaha kecil, hingga munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga alam dan kebersihan desa.

“Wisata seperti ini memberi pengalaman berbeda. Kita bukan hanya melihat, tapi juga ikut merasakan hasil bumi,” kata seorang wisatawan asal Curup yang pernah berkunjung.

Belajar dari Daerah Lain

Untuk menatap masa depan, Desa 4 Suku Menanti bisa belajar dari daerah lain yang sudah lebih dulu mengembangkan wisata apel.

Di Batu, Malang – Jawa Timur, wisata kebun apel sudah menjadi ikon nasional. Seorang wisatawan pernah berujar, “Sensasi memetik apel sendiri terasa berbeda. Kita bisa merasakan manis segarnya buah langsung dari pohon. Itu pengalaman yang tidak bisa dibeli di toko.”

Sementara di Berastagi, Sumatera Utara, perkebunan apel tidak hanya berfungsi sebagai tempat rekreasi, tetapi juga menjadi ruang edukasi. Seorang petani setempat menuturkan, “Kebun apel bukan hanya tempat mencari rezeki, tapi juga ruang belajar bagi anak-anak mengenal pertanian sejak dini.”

Dari perbandingan ini, terlihat jelas bahwa agrowisata apel mampu menjadi motor penggerak ekonomi sekaligus sarana pendidikan masyarakat.

Pentingnya Transparansi

Meski saat ini ditutup, masyarakat menaruh harapan besar agar pengelolaan kebun apel dilakukan lebih profesional dan transparan. Transparansi hasil dan keuntungan dari pihak pengelola serta keterlibatan aktif kepala desa menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

Seorang tokoh masyarakat setempat menegaskan, “Kami berharap setiap hasil panen dan keuntungan wisata ini bisa terbuka dan transparan. Itu penting agar masyarakat tahu, ikut merasa memiliki, dan bersama-sama membesarkan kebun apel ini.”

Dengan laporan yang jelas dan pembagian manfaat yang adil, masyarakat diyakini akan semakin bersemangat mendukung keberlanjutan agrowisata ini.

Suara Tokoh Publik

Tokoh publik asal Lembak, Arman, juga memberikan pandangannya. Ia menekankan bahwa keberhasilan Kebun Apel Desa 4 Suku Menanti tidak bisa dilepaskan dari sinergi semua pihak.

“Wisata kebun apel ini harus jadi contoh bagaimana desa bisa maju. Transparansi sangat penting. Kalau kepala desa, masyarakat, pengelola, dan pemerintah daerah bisa bersatu, saya yakin kebun apel ini akan dikenal bukan hanya di Rejang Lebong, tapi juga secara nasional,” tegas Arman.

Pernyataan tersebut menjadi dorongan moral agar pemerintah daerah lebih serius memberikan perhatian, baik dalam bentuk pendampingan, promosi, maupun fasilitas pendukung lainnya.

Menanti Musim Panen

Untuk sementara waktu, masyarakat dan wisatawan diminta bersabar menunggu masa panen. Musim panen yang diperkirakan berlangsung mulai November 2025 hingga Mei 2026 mendatang akan menjadi momen puncak. Saat itulah kebun kembali ramai, wisatawan berdatangan, dan ekonomi lokal bergerak.

Kebun Apel Desa 4 Suku Menanti bukan hanya tentang buah segar yang dipetik dari pohonnya, tetapi juga tentang harapan, transparansi, dan kebersamaan. Dari desa kecil di kaki gunung ini, sebuah pesan besar tersampaikan: bahwa kemajuan hanya bisa diraih jika semua pihak bersatu, jujur, dan saling percaya. (Dn)

Editor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *