“Rereongan Sapoe Sarebu”: Tak Habis-Habis Gebrakan KDM untuk Masyarakat, Ajak ASN dan Warga Jabar Donasi Rp1.000 per Hari
“Rereongan Sapoe Sarebu”: Tak Habis-Habis Gebrakan KDM untuk Masyarakat, Ajak ASN dan Warga Jabar Donasi Rp1.000 per Hari

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) mengeluarkan surat edaran untuk mendorong ASN dan warga berdonasi Rp1.000 per hari. (Bima Bagaskara/detikJabar)
Bandung, ri-media.id — Tak habis-habis gebrakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) untuk masyarakatnya. Setelah meluncurkan berbagai program sosial berbasis kearifan lokal, kini KDM kembali menggugah kepedulian publik dengan mengeluarkan edaran baru bertajuk “Rereongan Sapoe Sarebu” — gerakan donasi Rp1.000 per hari bagi ASN, pelajar, dan masyarakat Jawa Barat.
Kebijakan ini resmi diterbitkan pada 1 Oktober 2025 dan mengandung pesan sederhana namun dalam: gotong royong tidak harus mahal, yang penting ikhlas dan berkelanjutan.
Melalui edaran ini, KDM ingin membangkitkan kembali semangat kepedulian sosial di tengah masyarakat yang sedang berjuang menghadapi tekanan ekonomi dan ketimpangan sosial pascapandemi.
Dari Keluhan Warga, Lahir Gerakan Sosial Baru
Lahirnya gagasan Rereongan Sapoe Sarebu berawal dari pengalaman pribadi KDM. Hampir setiap hari, rumah dinasnya di Lembur Pakuan, Subang, didatangi warga dari berbagai penjuru Jawa Barat. Mereka datang membawa kisah getir: anak yang nyaris putus sekolah, keluarga yang kesulitan biaya berobat, atau sekadar meminta bantuan sembako untuk bertahan hidup.
“Setiap kali melihat mata mereka yang penuh harap, saya merasa terpanggil. Tapi saya sadar, satu tangan saja tidak cukup untuk menolong semuanya,” kata Dedi Mulyadi dalam keterangannya di Bandung.
Dari sanalah muncul ide untuk menggerakkan kekuatan kecil menjadi besar, dengan cara menyatukan niat baik masyarakat lewat donasi ringan — cukup seribu rupiah per hari.
Donasi Kecil, Dampak Besar
Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu berarti “patungan seribu sehari”. Bagi KDM, nominal itu bukan soal besar kecilnya uang, melainkan soal kesediaan berbagi.
“Kalau 10 juta orang di Jawa Barat menyumbang seribu rupiah saja, setiap hari kita bisa bantu banyak yang membutuhkan. Tidak perlu menunggu kaya dulu untuk berbuat baik,” ujarnya.
Dana yang terkumpul akan digunakan membantu kebutuhan darurat masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan dasar.
Misalnya, membantu siswa yang kesulitan membayar biaya sekolah, warga yang butuh pengobatan mendesak, hingga masyarakat yang kehilangan mata pencaharian.
Tanpa Birokrasi Rumit, Dikelola Langsung oleh Instansi
KDM menegaskan bahwa program ini tidak akan membentuk lembaga atau badan baru.
Ia ingin memastikan bahwa donasi warga benar-benar sampai kepada penerima manfaat tanpa harus tersangkut di rantai administrasi panjang.
Setiap instansi pemerintah, sekolah, atau komunitas yang ikut serta akan mengelola sendiri dana rereongan di tingkat internalnya. Pelaporannya dibuat sederhana namun transparan, agar masyarakat dapat melihat langsung hasil dan manfaatnya.
“Yang penting uangnya cepat sampai ke orang yang butuh, bukan berputar di meja rapat,” tegas Dedi.
Gerakan Sukarela, Bukan Paksaan
KDM juga menegaskan bahwa Rereongan Sapoe Sarebu bukan kewajiban yang bersifat memaksa. Gerakan ini bersandar pada nilai keikhlasan dan kepedulian hati.
ASN, pelajar, dan masyarakat diajak ikut hanya jika bersedia dan mampu.
“Kita tidak sedang menambah beban, tapi menambah keberkahan. Karena dari seribu rupiah yang kita sisihkan dengan tulus, bisa tumbuh senyum di wajah orang lain,” tutur KDM.
Dari Jawa Barat untuk Indonesia
Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mendorong agar gerakan ini bisa menular ke tingkat kabupaten/kota. Setiap daerah diberi ruang untuk menyesuaikan bentuk pelaksanaan sesuai karakter masyarakatnya.
KDM percaya bahwa Rereongan Sapoe Sarebu bisa menjadi gerakan sosial khas Jawa Barat yang menumbuhkan kepekaan sosial di tengah modernisasi.
Bahkan, tak menutup kemungkinan model ini akan menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.
“Kalau orang Jawa Barat bisa kompak untuk urusan kebaikan, saya yakin bangsa ini pun akan mencontoh,” katanya.
Menghidupkan Kembali Nilai “Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh”
Bagi KDM, Rereongan Sapoe Sarebu bukan hanya urusan uang, tetapi bagian dari gerakan kebudayaan.
Istilah rereongan sendiri berasal dari bahasa Sunda yang berarti gotong royong, bekerja bersama, dan saling membantu tanpa pamrih.
“Orang Sunda itu punya falsafah hidup yang luhur: silih asih, silih asah, silih asuh. Ini yang harus kita hidupkan kembali. Jangan sampai kita kehilangan rasa,” ucap KDM dengan nada tegas namun hangat.
Respons Hangat dari Publik
Usai diumumkan di akun media sosial pribadinya, gagasan ini mendapat sambutan luas. Banyak warga memuji kesederhanaan ide tersebut.
Bagi mereka, program ini tidak hanya realistis tapi juga menyentuh hati karena mengajak semua orang berbuat baik dalam skala kecil namun berkelanjutan.
Beberapa ASN di lingkungan Pemprov Jabar bahkan telah memulai inisiatif lokal untuk menggalang rereongan internal. Sekolah-sekolah pun mulai merencanakan pengumpulan donasi seribu rupiah sehari di tiap kelas.
“Ini bukan sekadar kebijakan, tapi ajakan moral untuk kembali peka terhadap penderitaan sesama,” tulis salah satu netizen di akun Instagram KDM.
Penutup: Gebrakan yang Tak Pernah Usai
KDM memang dikenal sebagai sosok pemimpin yang tak pernah berhenti berinovasi untuk rakyatnya. Dari program Ngabumi hingga Gerakan Menanam di Pekarangan Rumah, kini hadir Rereongan Sapoe Sarebu sebagai wujud konsistensi kepemimpinan berbasis kemanusiaan.
Tak heran jika masyarakat menyebutnya sebagai pemimpin “tanpa jarak”, yang selalu berusaha dekat dengan rakyat dan mengajak semua pihak bergerak bersama.
“Tak habis-habis gebrakan KDM untuk masyarakat.”
Bukan sekadar slogan, tapi kenyataan dari kepemimpinan yang terus menyalakan api empati di Tanah Sunda.
Editor: Tim Redaksi ri-media.id
Sumber: CNN Indonesia, Republika, Instagram @dedimulyadi71